Familiar dengan produk berupa biskuit, roti, mie, kue jajanan pasar
tradisional hingga cake yang ramai dijual di toko-toko elit. Semua makanan
olahan tersebut menggunakan bahan utama yang disebut tepung terigu. Sebagai informasi,
kata "terigu" diambil dari
bahasa Portugis "trigo" yang
memiliki arti "gandum". Namun, ada sedikit perbedaan antara gandum
utuh dengan terigu. Jika gandum berwarna coklat dan cenderung lebih kasar, maka
terigu berwarna putih dan lebih halus teksturnya. Ini disebabkan karena terigu mengalami
beberapa tahap pengolahan. Karena itulah, terigu lebih banyak mengandung gluten
dan punya kadar kekenyalan lebih tinggi dibanding gandum utuh.
Gandum menjadi primadona pangan paling digemari oleh
masyarakat dunia, karena manfaat dan kandungan serta dapat diolah menjadi
berbagai jenis makanan. Termasuk Indonesia yang sangat membutuhkan bahan pangan
ini, Indonesia menjadi negara dengan jumlah impor nomor dua di dunia.
Meningkatnya kebutuhan untuk memenuhi keperluan industri makanan dalam negeri membuat
Indonesia harus mendatangkan gandum dari luar negeri. Berdasarkan data Asosiasi
Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) volume impor gandum Indonesia pada 2017 naik sekitar 9% menjadi 11,48
juta ton dari tahun sebelumnya. Demikian juga denga nilai yang meningkat 9,9%
menjadi US$ 2,65 miliar dari sebelumnya. Bahkan di tahun 2018 akan terus
mengalami peningkatan volume impor hingga 12 hingga 12,5 juta ton sehingga
kemungkinan menjadi negara terbesar pengimpor gandum setelah Mesir.
Tanaman gandum memang adalah tanaman yang habitatnya
berada di lingkunga subtropis seperti di Timur Tengah, Eropa, Australia, dan
Amerika. Namun, tidak memutus kemungkinan jika gandum dapat dibudidayakan di
daerah Tropis seperti di Indonesia. Penanaman gandum sebenarnya sudah dimulai
sejak 18 di dataran tinggi pulau Jawa namun tentu saja hasilnya tidak menarik
perhatian masyarakat karena kalah popular dibanding dengan tanaman hortikultura
dan bahan pangan lainnya.
Peneliti dari berbagai
Universitas dan lembaga penelitian telah melakukan serangkaian uji coba, bahkan
sejak tahun 1972. Introduksi varietas gandum dan membudidayakannya di dataran
tinggi dan menengah cukup membuahkan hasil terbukti dengan dirilisnya beberapa
varietas seperti Dewata, Nias, Selayar, dan Timor dalam kurun tahun 1993-2003. Dalam upaya
percepatan pelepasan varietas
unggul baru gandum,
Badan Litbang Pertanian merintis kerja sama konsorsium penelitian dengan
melibatkan beberapa institusi seperti Badan Litbang Pertanian, perguruan tinggi
serta PATIR-BATAN. Penelitian konsorsium
diarahkan untuk menghasilkan
varietas gandum tropis unggul baru melalui kegiatan pemuliaan
konvensional maupun non-konvensional yang adaptif di daerah dataran rendah
sampai menengah. Kerja sama penelitian gandum tersebut
membuahkan hasil pada tahun 2013 dengan dilepasnya dua varietas unggul baru
gandum, yaitu Guri-1 dan Guri-2. Guri merupakan singkatan dari Gandum untuk
Rakyat Indonesia. Kedua varietas ini dilepas Badan Litbang Pertanian pada Tahun
2013. Serta tahun 2014 dengan merilis empat varietas Guri.
Para peneliti tidak pernah
menyerah untuk menhasilkan varietas yang unggul dan bisa ditanam di berbagai
wilayah Indonesia. Program
pengembangan gandum di
Indonesia tidak diperuntukkan
untuk mengganti tanaman yang sudah
ada, tetapi diarahkan
untuk pemanfaatan lahan-lahan yang selama ini tidak diusahakan secara
intensif dan untuk memutus siklus hama dan penyakit tanaman, misalnya saja
penelitian difokuskan pada daerah dataran rendah dengan suhu tinggi. Lokasi
dataran rendah dipilih karena masih banyak yang kurang termanfaatkan sehingga
terus diusahakan mendapatkan galur yang sesuai, saat ini tengah diuji dibeberapa
lokasi seperti di Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kebijakan untuk
menjamin ketersediaan dan
pemenuhan kebutuhan pangan bisa
dicapai, dengan adanya komitmen penting dari
pemerintah dengan tidak mudah melakukan
impor pangan. Komitmen ini perlu disertai dengan komitmen untuk memanfaatkan sumber
daya lokal atau Indigenous.
Prinsipnya adalah mendorong
pengembangan gandum di Indonesia sesuai dengan UU 12 tahun 1992 dan
undang-undang pangan.
Tantangan pengembangan gandum
di Indoensia adalah
menghasilkan inovasi yang menguntungkan
petani. Inovasi seperti
varietas unggul yang berproduksi tinggi dan dapat bersaing
dengan komoditas lain. Kemudian bagaimana agar gandum dapat memberikan nilai
tambah dan kemudahan dalam
prosesingnya sehingga dapat
diusahakan oleh petani atau tersedianya pasar yang terbuka untuk menjual
hasil panen gandum.
Harapan
bahwa suatu saat impor gandum dapat dihentikan sangat terpatri di banyak
kalangan termasuk penulis, sebagai bangsa yang sarat akan potensi alam dan
sumberdaya manusia yang mumpuni seharusnya terus digalakkan berbagai upaya
untuk menghentikan kran impor tersebut dan menjadi jaya dengan produk hasil
pertanian negeri ini.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1992
TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar