Dibalik perdebatan organik dan konvensional
Indonesia dikenal sebagai negara
agraris, dengan wilayah yang luas bidang pertanian menjadi salah satu sektor
ekonomi yang sangat diperhatikan. namun, berbagai permasalahan masih dapat
ditemukan berbagai sisi di wajah pertanian Indonesia. Dalam momentum Hari Tani
Nasional ini sebuah pandangan akan pertanian yang jauh lebih baik baik dari
segi konsep, metode, teknologi maupun budidayanya yakni anggapan mengenai
metode yang saat ini tengahdiperdebatkan mana yang lebih baik antara pertanian
organik ataukah pertanian konvensional.
Berbicara mengenai budidaya
pertanian, maka akan muncul suatu metode yang saat ini tengah gencar dilakukan
oleh banyak praktisi pertanian yakni tanaman organik. Saat ini masyarakat
semakin tertarik dengan makanan yang berlabel organik. Bahkan bukan hanya
makanan sekarang ini segala sesuatu yang berlabel organik selalu laris manis
dan dicari orang dipasaran, Contohnya :beras organik, buah dan sayur organik,
dan kosmetik organik. Namun, di tengah maraknya aktivitas untuk memproduksi
tanaman organik muncul banyak pertanyaan mengenai mana yang lebih baik, apakah
hasil tanaman organik atau tanaman dengan sistem konvensional yang masih
menggunakan input bahan sintetik. Perdebatan yang cukup kompleks dikalangan
masyarakat bahkan pelaku bisnis pertanian ini muncul karena semakin tingginya tingkat kesadaran
masyarakat akan hasil pertanian yang aman dan baik bagi manusia dan alam, yang
bahkan kemudian paradigma ini kian menjadi tren.
Tanaman yang dihasilkan melalui
proses sistem pertanian organik selama ini dianggap lebih aman dan baik bagi
manusia dan lingkungan. Tren organik membuat hasil pertanian dengan label
‘organik’ memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
pertanian konvensional. Sebaliknya, pada tanaman konvensional mulai muncul
persepsi bahwa produk tanaman yang berasal dari pertanian dengan input
sintetik saat ini umum dianggap
menggunakan bahan kimia dalam proses budidayanya, khususnya di kalangan
masyarakat yang sangat memperhatikan kesehatan. Namun, apakah anggapan bahwa
sistem pertanian organik lebih baik bagi kita dan lingkungan dibandingkan
dengan pertanian konvensional.
Sudah terlalu sering muncul
perdebatan mengenai terminologi pertanian organik, apakah tanaman yang berbasis
dan ditumbuhkan melalui proses pemberian bahan organik secara otomatis akan
berpredikat produk pangan organik?, ataukah masih harus dilihat lagi seluruh
proses budidayanya hingga pada kandungan gizi yang menentukan kualitas dari
tanaman itu sendiri? Lalu bagaimana dengan aturan penanaman organik yang baik
dan benar menurut kaidah ilmu pertanian? Apakah semua produk yang di hasilkan
dari sistem pertanian dan berlabel organik ini menjamin keamanan bagi
masyarakat selaku konsumen?. Regulasi
dan definisi mengenai pangan organik masih belum seragam, bahkan berbeda di
masing-masing negara sehingga mungkin yang kita anggap sebagai prosuk organik
disini belum tentu dianggap organik di Negara lain karena memang belum ada
standard baku yang mengatur tentang hal ini yang disepakati secara
internasional
Asumsi bahwa pertanian organik
lebih baik umumnya muncul di masyarakat khususnya kalangan menengah ke atas, karena
penggunaan bahan nabati tanpa bahan kimia untuk nutrisi tanaman serta
pengendalian hama dan penyakit. Anggapan ini mengesampingkan bahwa pertanian
anorganik akan menghasilkan output yang berbahaya baik pada bahan makanan
maupun pada lingkungan. Input berupa pupuk kimia dan pestisida pada tanaman
anorganik yang banyak di kalangan petani cenderung tidak terkontrol dari satu musim tanam ke musim tanam yang
lainnya tidak lain adalah karena bertujuan untuk memperoleh produksi yang
tinggi.
Pupuk dan pestisida kimia pada
dasarnya digunakan untuk membantu tanaman agar dapat tumbuh lebih baik serta
mampu berproduksi lebih banyak. Namun di sisi lain, para peneliti menemukan
bahwa ternyata zat-zat kimia dalam pupuk dan pestisida tersebut dapat
menurunkan nilai nutrisional dalam bahan pangan. Bukan hanya, itu, bahan-bahan
kimia dalam pupuk dan pestisida disinyalir dapat menurunkan fungsi reproduksi
pada manusia. Pupuk dan pestisida kimia juga tidak ramah bagi lingkungan,
residunya yang tertinggal di dalam tanah justru akan menurunkan kualitas
(kesuburan) tanah. Pada dasarnya unsur hara diserap tanaman dalam bentuk
ion-ion, baik yang berasal dari pupuk organik ataupun anorganiksehingga
sebenarnya tidak berbeda apa yang masuk ke dalam tubuh tanaman tersebut dan
digunakan dalam proses fisiologisnya. Perlu diperhatikan juga bahwa terkadang
ketika dilakukan pengujian terhadap hasil pertanian organik, ternyata produk pangan tersebut mengandung
salah satu unsur yang berlebihan contohnya adalah unsur nitrogen yang melebihi batas aman untuk
dikonsumsi. Adanya kandungan unsur yang berlebihan pada hasil tanaman organik
ini dimungkinkan terjadi karena penggunaan pupuk organik yang berlebihan
sehingga unsur tersebut terserap tanaman dalam jumlah yang cukup banyak pula.
Produk seperti ini meskipun ditanam dengan
sistem organik, tidak dapat di kategorikan dan diberi label organik.
Kondisi kandungan unsur berlebihan pada produk pertanian sangat kecil terjadi
apabila kita menggunakan sistem hidroponik sebab jumlah unsur yang diberikan
dapat kita modifikasi dan dihitung secara tepat agar tidak berlebihan.
Selain itu terdapat contoh kasus
pada tahun 1995 di Amerika sempat terjadi wabah salmonella yang cukup berbahaya
dimana setelah teliti ternyata berasal dari tanaman organik yang menggunakan
pupuk kandang ayam segar. Hasil dari tanaman tersebut ternyata terkontaminasi
bakteri yang menyebabkan sakit perut parah pada konsumen yang mengkonsumsinya.
Membandingkan kedua metode ini
memang belum cukup tepat apalagi sistem pertanian organik di Indonesia masih
terbatas begitupun dengan pasar yang tersedia. Sementara untuk sistem anorganik
masih dituntut dalam upaya peningkatan produksi dapat dilihat dari berbagai
program pemerintah melalui bantuan teknologi dan subsidi pupuk pada petani,
keberadaan pertanian anorganik masih sangat dibutuhkan untuk memenuhi pangan
masyarakat yang belum sanggup untuk menikmati produk organik.
Namun berbagai upaya terus
dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertanian konvensional
misalnya upaya kebijaksanaan penggunaan bahan sintetis dalam bidang pertanian
melaului konsep LEISA (Low external input sustainable agriculture) atau
penggunaan masukan bahan anorganik rendah serta perpaduan organik dan
anorganik. Isu utama dalam hal ini adalah bagaimana kemudian produk pertanian
konvensional dapat di sejajarkan dengan tren pertanian organik yang ada saat ini. Tentu semua
produsen dan konsumen sangat paham bahwa trend organik ini akan terus terjadi.
Pada dasarnya kedua cara penanaman baik organik maupun anorganik masih dapat
disebut sama-sama baik, dan apabila kemudian ditemukan perbaikan dalam
penggunaan peralatan dan perlakuan pada
sistem pertanian konvensional
yang lebih ramah lingkungan dan nutrisi yang lebih ‘organik’ tentu diharapkan
hasil produksinya dapat memiliki ‘image’ yang dapat disamakan dengan produk
organik.
REFERENSI
http://www.spi.or.id/hari-tani-nasional-2017-indonesia-darurat-agraria-segera-laksanakan-reforma-agraria-sejati-untuk-mewujudkan-kedaulatan-pangan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar