Rabu, 30 Oktober 2019

Dibalik perdebatan organik dan konvensional



Dibalik perdebatan organik dan konvensional
Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dengan wilayah yang luas bidang pertanian menjadi salah satu sektor ekonomi yang sangat diperhatikan. namun, berbagai permasalahan masih dapat ditemukan berbagai sisi di wajah pertanian Indonesia. Dalam momentum Hari Tani Nasional ini sebuah pandangan akan pertanian yang jauh lebih baik baik dari segi konsep, metode, teknologi maupun budidayanya yakni anggapan mengenai metode yang saat ini tengahdiperdebatkan mana yang lebih baik antara pertanian organik ataukah pertanian konvensional.
Berbicara mengenai budidaya pertanian, maka akan muncul suatu metode yang saat ini tengah gencar dilakukan oleh banyak praktisi pertanian yakni tanaman organik. Saat ini masyarakat semakin tertarik dengan makanan yang berlabel organik. Bahkan bukan hanya makanan sekarang ini segala sesuatu yang berlabel organik selalu laris manis dan dicari orang dipasaran, Contohnya :beras organik, buah dan sayur organik, dan kosmetik organik. Namun, di tengah maraknya aktivitas untuk memproduksi tanaman organik muncul banyak pertanyaan mengenai mana yang lebih baik, apakah hasil tanaman organik atau tanaman dengan sistem konvensional yang masih menggunakan input bahan sintetik. Perdebatan yang cukup kompleks dikalangan masyarakat bahkan pelaku bisnis pertanian ini muncul  karena semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan hasil pertanian yang aman dan baik bagi manusia dan alam, yang bahkan kemudian paradigma ini kian menjadi tren.
Tanaman yang dihasilkan melalui proses sistem pertanian organik selama ini dianggap lebih aman dan baik bagi manusia dan lingkungan. Tren organik membuat hasil pertanian dengan label ‘organik’ memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pertanian konvensional. Sebaliknya, pada tanaman konvensional mulai muncul persepsi bahwa produk tanaman yang berasal dari pertanian dengan input sintetik  saat ini umum dianggap menggunakan bahan kimia dalam proses budidayanya, khususnya di kalangan masyarakat yang sangat memperhatikan kesehatan. Namun, apakah anggapan bahwa sistem pertanian organik lebih baik bagi kita dan lingkungan dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Sudah terlalu sering muncul perdebatan mengenai terminologi pertanian organik, apakah tanaman yang berbasis dan ditumbuhkan melalui proses pemberian bahan organik secara otomatis akan berpredikat produk pangan organik?, ataukah masih harus dilihat lagi seluruh proses budidayanya hingga pada kandungan gizi yang menentukan kualitas dari tanaman itu sendiri? Lalu bagaimana dengan aturan penanaman organik yang baik dan benar menurut kaidah ilmu pertanian? Apakah semua produk yang di hasilkan dari sistem pertanian dan berlabel organik ini menjamin keamanan bagi masyarakat  selaku konsumen?. Regulasi dan definisi mengenai pangan organik masih belum seragam, bahkan berbeda di masing-masing negara sehingga mungkin yang kita anggap sebagai prosuk organik disini belum tentu dianggap organik di Negara lain karena memang belum ada standard baku yang mengatur tentang hal ini yang disepakati secara internasional
Asumsi bahwa pertanian organik lebih baik umumnya muncul di masyarakat khususnya kalangan menengah ke atas, karena penggunaan bahan nabati tanpa bahan kimia untuk nutrisi tanaman serta pengendalian hama dan penyakit. Anggapan ini mengesampingkan bahwa pertanian anorganik akan menghasilkan output yang berbahaya baik pada bahan makanan maupun pada lingkungan. Input berupa pupuk kimia dan pestisida pada tanaman anorganik yang banyak di kalangan petani cenderung tidak terkontrol  dari satu musim tanam ke musim tanam yang lainnya tidak lain adalah karena bertujuan untuk memperoleh produksi yang tinggi.
Pupuk dan pestisida kimia pada dasarnya digunakan untuk membantu tanaman agar dapat tumbuh lebih baik serta mampu berproduksi lebih banyak. Namun di sisi lain, para peneliti menemukan bahwa ternyata zat-zat kimia dalam pupuk dan pestisida tersebut dapat menurunkan nilai nutrisional dalam bahan pangan. Bukan hanya, itu, bahan-bahan kimia dalam pupuk dan pestisida disinyalir dapat menurunkan fungsi reproduksi pada manusia. Pupuk dan pestisida kimia juga tidak ramah bagi lingkungan, residunya yang tertinggal di dalam tanah justru akan menurunkan kualitas (kesuburan) tanah. Pada dasarnya unsur hara diserap tanaman dalam bentuk ion-ion, baik yang berasal dari pupuk organik ataupun anorganiksehingga sebenarnya tidak berbeda apa yang masuk ke dalam tubuh tanaman tersebut dan digunakan dalam proses fisiologisnya. Perlu diperhatikan juga bahwa terkadang ketika dilakukan pengujian terhadap hasil pertanian organik,  ternyata produk pangan tersebut mengandung salah satu unsur yang berlebihan contohnya adalah  unsur nitrogen yang melebihi batas aman untuk dikonsumsi. Adanya kandungan unsur yang berlebihan pada hasil tanaman organik ini dimungkinkan terjadi karena penggunaan pupuk organik yang berlebihan sehingga unsur tersebut terserap tanaman dalam jumlah yang cukup banyak pula. Produk seperti ini meskipun ditanam dengan  sistem organik, tidak dapat di kategorikan dan diberi label organik. Kondisi kandungan unsur berlebihan pada produk pertanian sangat kecil terjadi apabila kita menggunakan sistem hidroponik sebab jumlah unsur yang diberikan dapat kita modifikasi dan dihitung secara tepat agar tidak berlebihan.
Selain itu terdapat contoh kasus pada tahun 1995 di Amerika sempat terjadi wabah salmonella yang cukup berbahaya dimana setelah teliti ternyata berasal dari tanaman organik yang menggunakan pupuk kandang ayam segar. Hasil dari tanaman tersebut ternyata terkontaminasi bakteri yang menyebabkan sakit perut parah pada konsumen yang mengkonsumsinya.
Membandingkan kedua metode ini memang belum cukup tepat apalagi sistem pertanian organik di Indonesia masih terbatas begitupun dengan pasar yang tersedia. Sementara untuk sistem anorganik masih dituntut dalam upaya peningkatan produksi dapat dilihat dari berbagai program pemerintah melalui bantuan teknologi dan subsidi pupuk pada petani, keberadaan pertanian anorganik masih sangat dibutuhkan untuk memenuhi pangan masyarakat yang belum sanggup untuk menikmati produk organik.
Namun berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertanian konvensional misalnya upaya kebijaksanaan penggunaan bahan sintetis dalam bidang pertanian melaului konsep LEISA (Low external input sustainable agriculture) atau penggunaan masukan bahan anorganik rendah serta perpaduan organik dan anorganik. Isu utama dalam hal ini adalah bagaimana kemudian produk pertanian konvensional dapat di sejajarkan dengan tren pertanian  organik yang ada saat ini. Tentu semua produsen dan konsumen sangat paham bahwa trend organik ini akan terus terjadi. Pada dasarnya kedua cara penanaman baik organik maupun anorganik masih dapat disebut sama-sama baik, dan apabila kemudian ditemukan perbaikan dalam penggunaan peralatan dan perlakuan pada  sistem pertanian  konvensional yang lebih ramah lingkungan dan nutrisi yang lebih ‘organik’ tentu diharapkan hasil produksinya dapat memiliki ‘image’ yang dapat disamakan dengan produk organik.
REFERENSI
http://www.spi.or.id/hari-tani-nasional-2017-indonesia-darurat-agraria-segera-laksanakan-reforma-agraria-sejati-untuk-mewujudkan-kedaulatan-pangan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Heri Kurniawan

Revitalisasi perkebunan kakao Sulawesi Selatan