Efisiensi Penggunaan Pupuk pada Lahan dengan dosis yang tepat
Keberhasilan pembangunan pertanian tidak dapat
dipisahkan dari kesadaran petani dalam menggunakan pupuk anorganik atau pupuk
kimia dan sebagian menyebutnya pupuk buatan. Hingga awal tahun 1970an, pada
saat petani belum menggunakan pupuk anorganik, hasil padi varietas lokal yang
diusahakan hanya mampu berproduksi 2,0-2,5 t/ha, meskipun mereka telah
menggunakan pupuk kandang dipadukan dengan menggunakan pupuk anorganik, hasil varietas unggul
padi di lahan sawah irigasi meningkat lebih dua kali lipat menjadi 5-6 t/ha.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya peningkatan produksi
padi melalui gerakan revolusi hijau telah mengantarkan Indonesia untuk
berswasembada beras pada tahun 1984. Selain didukung oleh pengembangan varietas
unggul dan pembangunan jaringan irigasi, keberhasilan Indonesia dalam
meningkatkan produksi padi tentu tidak terlepas dari pengembangan teknologi
pupuk anorganik.
Pupuk anorganik atau adalah pupuk yang mengandung satu
atau lebih senyawa anorganik.
Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara atau nutrisi
tanaman. Dalam aplikasinya, sering dijumpai beberapa kelebihan dan kelemahan
pupuk anor-ganik. Beberapa manfaat dan keunggulan pupuk anorganik antara lain:
mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi
tersedia yang siap diserap tanaman, kandungan jumlah nutrisi lebih banyak,
tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan. Sedangkan kelemahan
dari pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan mudah larut dan mudah hilang,
menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi. Unsur
yang paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K.
Disatu sisi penggunaan pupuk anorganik terbukti
meningkatkan produktifitas hasil pertanian, namun disisi lain jika digunakan
secara berlebih maka akan menimbulkan dampak negative bagi kesuburan tanah.
Namun bukan berarti pupuk anorganik
harus ditinggalkan dan beralih sepenuhnya ke pupuk organik. Harus ada beberapa
aspek yang harus dipertimbangkan sebelum kita benar-benar beralih ke penggunaan
pupuk organic. Sebab budaya penggunaan pupuk anorganik sebagai upaya
meningkatkan efektifitas produksi pertanian tidak semata-mata dilakukan oleh
petani tanpa ada kendala yang mereka temui pada pupuk organik (kompos).
Berbagai kendala yang dimiliki pupuk organik antara
lain kualitas kompos tidak konsisten tergantung kepada bahan bakunya. Apalagi
kalau kompos dibuat dari pupuk kandang malah dapat bersifat racun bagi tanaman
karena terdapat mineral tembaga dan seng. Kompos bersifat ruah (bulky) sehingga
diperlukan dalam jumlah besar, kandungan unsur hara baik makro maupun mikro
rendah, dan untuk mengetahui efek pupuk organik terhadap tanaman biasanya
diperlukan waktu yang lama. Dalam jangka pendek,
apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk
organik yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya
bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk
organik tidak se-spektakuler pemberian pupuk buatan.
Pemberian pupuk kurang dari dosis standar menghasilkan
tanaman yang jelek. Akan tetapi kelebihan pupuk selain berbahaya bagi tanaman,
juga merupakan pemborosan, dan dapat mencemari lingkungan. Sehingga dari hal tersebut pengaturan pemberian pupuk harus
diketahui, sejauh ini upaya untuk mensosialisasikan pupuk yang terkontrol
banyak dilakukan oleh penyuluhan oleh dinas pertanian, dan berbagai lembaga
SDM.
Upaya yang dilakukan
diharapkan dapat terus berjalan bahkan ditingkatkan, baik oleh petani maupun
program dari pemerintah. Kontrol kebutuhan pupuk harus berimbang dengan
ketersediaan pupuk dan juga ketepatan waktu saat pupuk dibutuhkan oleh petani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar