Rabu, 30 Oktober 2019

Efisiensi Penggunaan Pupuk pada Lahan dengan dosis yang tepat



Efisiensi Penggunaan Pupuk pada Lahan dengan dosis yang tepat
Keberhasilan pembangunan pertanian tidak dapat dipisahkan dari kesadaran petani dalam menggunakan pupuk anorganik atau pupuk kimia dan sebagian menyebutnya pupuk buatan. Hingga awal tahun 1970an, pada saat petani belum menggunakan pupuk anorganik, hasil padi varietas lokal yang diusahakan hanya mampu berproduksi 2,0-2,5 t/ha, meskipun mereka telah menggunakan pupuk kandang dipadukan dengan menggunakan pupuk anorganik, hasil varietas unggul padi di lahan sawah irigasi meningkat lebih dua kali lipat menjadi 5-6 t/ha. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya peningkatan produksi padi melalui gerakan revolusi hijau telah mengantarkan Indonesia untuk berswasembada beras pada tahun 1984. Selain didukung oleh pengembangan varietas unggul dan pembangunan jaringan irigasi, keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan produksi padi tentu tidak terlepas dari pengembangan teknologi pupuk anorganik.
Pupuk anorganik atau adalah pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik. Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai penambah unsur hara atau nutrisi tanaman. Dalam aplikasinya, sering dijumpai beberapa kelebihan dan kelemahan pupuk anor-ganik. Beberapa manfaat dan keunggulan pupuk anorganik antara lain: mampu menyediakan hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi tersedia yang siap diserap tanaman, kandungan jumlah nutrisi lebih banyak, tidak berbau menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan. Sedangkan kelemahan dari pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan mudah larut dan mudah hilang, menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang tinggi. Unsur yang paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah unsur N, P, dan K.
Disatu sisi penggunaan pupuk anorganik terbukti meningkatkan produktifitas hasil pertanian, namun disisi lain jika digunakan secara berlebih maka akan menimbulkan dampak negative bagi kesuburan tanah. Namun bukan berarti pupuk anorganik harus ditinggalkan dan beralih sepenuhnya ke pupuk organik. Harus ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan sebelum kita benar-benar beralih ke penggunaan pupuk organic. Sebab budaya penggunaan pupuk anorganik sebagai upaya meningkatkan efektifitas produksi pertanian tidak semata-mata dilakukan oleh petani tanpa ada kendala yang mereka temui pada pupuk organik (kompos). 
Berbagai kendala yang dimiliki pupuk organik antara lain kualitas kompos tidak konsisten tergantung kepada bahan bakunya. Apalagi kalau kompos dibuat dari pupuk kandang malah dapat bersifat racun bagi tanaman karena terdapat mineral tembaga dan seng. Kompos bersifat ruah (bulky) sehingga diperlukan dalam jumlah besar, kandungan unsur hara baik makro maupun mikro rendah, dan untuk mengetahui efek pupuk organik terhadap tanaman biasanya diperlukan waktu yang lama. Dalam jangka  pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik  yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler pemberian pupuk buatan.
Pemberian pupuk kurang dari dosis standar menghasilkan tanaman yang jelek. Akan tetapi kelebihan pupuk selain berbahaya bagi tanaman, juga merupakan pemborosan, dan dapat mencemari lingkungan. Sehingga dari hal tersebut pengaturan pemberian pupuk harus diketahui, sejauh ini upaya untuk mensosialisasikan pupuk yang terkontrol banyak dilakukan oleh penyuluhan oleh dinas pertanian, dan berbagai lembaga SDM.
Upaya yang dilakukan diharapkan dapat terus berjalan bahkan ditingkatkan, baik oleh petani maupun program dari pemerintah. Kontrol kebutuhan pupuk harus berimbang dengan ketersediaan pupuk dan juga ketepatan waktu saat pupuk dibutuhkan oleh petani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Heri Kurniawan

Revitalisasi perkebunan kakao Sulawesi Selatan